Kini, meninggalkan rumah tanpa mengenakan masker dapat terasa aneh, layaknya meninggalkan barang berharga seperti dompet atau smartphone. Di tengah situasi pandemi yang masih berlangsung, bagaimana kata ahli terkait penggunaan masker di kehidupan sehari-hari? Mari kita simak bersama dalam artikel ini.
Sebelum itu, apa hubungan vaksin terhadap kewajiban menggunakan masker?
Menerima vaksin lengkap (serta vaksin booster bagi sebagian populasi) bukan berarti bahwa kita sudah dapat sepenuhnya meninggalkan masker begitu saja dalam keseharian. Berikut merupakan 5 alasan mengapa kamu tetap dianjurkan untuk mengenakan masker.
Sebuah artikel yang diterbitkan oleh FMT menyatakan bahwa berbagai negara sudah melonggarkan kebijakan terkait penggunaan masker. Di Indonesia sendiri, masyarakat sudah diperbolehkan untuk melepas masker saat beraktivitas di ruang terbuka. Kebijakan ini tentu hanya berlaku bila seseorang tidak tengah berada dalam kerumunan. Artikel pula menyebutkan bahwa menggunakan beragam jenis masker berbeda tentu akan memberikan tingkat perlindungan yang berbeda. Mengenakan masker jenis N95 dapat menurunkan resiko positif COVID-19 hingga 83%, Masker bedah dan kain menempati urutan selanjutnya dengan 66% dan 56% efektivitas. Terdapat dua poin utama yang perlu diperhatikan untuk menentukan apakah kamu harus tetap mengenakan masker atau tidak, diantaranya:
Kamu sebaiknya tetap mengenakan masker serta menerapkan jaga jarak apabila melakukan kontak erat dengan kelompok lansia serta seseorang yang memiliki penyakit komorbid
Apabila kamu bekerja dalam kondisi lingkungan yang rawan berkerumun setiap harinya, penggunaan masker juga sangat dianjurkan. Kondisi ini termasuk pada saat kamu menggunakan kendaraan umum, mengunjungi tempat ramai seperti pusat perbelanjaan, hingga tentunya lingkungan dimana kamu sehari-hari bekerja
Lantas jenis masker apa yang sebaiknya terus digunakan dalam keseharian?
Masker medis dapat menjadi salah satu alternatif masker yang nyaman digunakan sehari-hari selain masker N95. Pastikan bahwa kamu memilih masker yang pas dan menutupi area mulut dan hidung. Selain itu, pastikan juga bahwa masker memiliki filtration efficiency baik (VPE/BFE/PFE 99%).
Apakah terdapat tindakan pencegahan yang dapat dilakukan seseorang di tengah pandemi ini?
CNN Health mengungkapkan bahwa salah satu langkah sederhana yang dapat kita lakukan adalah dengan terus menaati protokol kesehatan serta ketentuan yang diterbitkan oleh masing-masing negara/daerah. Selain itu, segera daftarkan dirimu untuk vaksin booster apabila kamu belum menerimanya. Hal penting lain yang dikemukakan oleh artikel adalah bahwa pada dasarnya, kegiatan di luar ruangan akan lebih aman bila dibandingkan dengan kegiatan di dalam ruangan. Apabila memungkinkan, hindari kegiatan di dalam ruangan untuk jangka waktu yang lama, dan tetap gunakan masker saat berinteraksi dengan banyak orang.
Sebagian orang mungkin merasa bahwa mengenakan masker dalam jangka waktu lama dapat mengganggu kenyamanan. Meskipun sudah diberlakukan kelonggaran kebijakan, Dr. Leana Wen (CNN Medical Analyst) merekomendasikan penggunaan masker di dalam situasi beresiko tinggi untuk tentunya dapat melindungi diri sendiri dan orang terdekat kita.
Kontributor: Addina Shafiyya Ediansjah
Tahukah kamu, menurut studi dari World Health Organization (WHO), dari seluruh populasi dunia, tingkat kecemasan dan depresi selama tahun pertama terjadinya pandemi COVID-19 meningkat hingga 25%. Apakah kamu salah satu yang mengalaminya?
Meningkatnya tingkat kecemasan dan depresi di seluruh dunia
Sebuah penelitian yang dirilis pada tahun 2019 oleh The Lancet menyebutkan bahwa sekitar 12,5% dari populasi global akan memiliki masalah dengan kesehatan mental mereka pada suatu saat dalam hidup mereka. Selanjutnya, pada tahun 2021, studi lain The Lancet menemukan bahwa tekanan psikologis, depresi, dan gangguan kecemasan umum ditemukan selama setengah tahun terjadinya pandemi Covid-19, yakni selama Juli-September 2020. Sebanyak 42 persen orang dalam penelitian tersebut mengalami tekanan psikologis ringan selama pandemi. Meskipun dikategorikan ringan, persentase tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan angka pada tahun 2018 yang hanya menyentuh angka 32%, lo!
Lalu, bagaimana dengan di Indonesia?
Pada Oktober 2021 lalu, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan pada kasus gangguan jiwa dan depresi hingga 6,5% di Indonesia. Survei yang dilakukan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pada tahun 2020 menemukan, sebanyak 63 persen responden mengalami cemas dan 66 persen responden mengalami depresi akibat pandemi COVID-19.
Apa penyebabnya?
Berdasarkan studi Reach, C. R., dkk. (2021), tekanan psikologis orang dewasa meningkat saat periode pembatasan sosial atau lockdown awal. Social distancing yang ditetapkan secara mendadak dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam kehidupan kita memang sulit untuk dijalani pada awalnya. Wajar jika faktor tersebut menjadi penyebab utama di balik tingginya kasus-kasus terkait kesehatan mental, misalnya stress.
Selain itu, para psikolog dan ahli lain juga meyebutkan bahwa meningkatnya isu kesehatan mental disebabkan oleh isolasi, ketakutan akan terinfeksi virus korona, kesepian, kekerasan dalam rumah tangga, kesulitan keuangan, pemutusan hubungan kerja, maupun kesedihan setelah kehilangan orang yang dicintai. Di Indonesia sendiri, peningkatan persentase kasus gangguan jiwa dan depresi disebabkan oleh pembatasan sosial (terlalu lama berdiam di tempat tinggal dan tidak bersosialiasi) serta akibat kehilangan pekerjaan. Layanan konsultasi untuk kondisi mental pun menjadi penting pada masa-masa ini, termasuk untuk mencegah bunuh diri.
Siapa saja yang paling rentan terkena gangguan ini?
Garda terdepan dalam melawan pandemi, yakni tenaga medis dan tenaga kesehatan, mengalami burnout dan stres kronis akibat drastisnya peningkatan kasus pandemi COVID-19 yang harus ditangani. Di Indonesia, kebanyakan penderita gangguan kecemasan dan depresi berusia di antara 15 hingga 50 tahun yang merupakan usia produktif.
Selanjutnya, dilansir dari laman WHO, pandemi COVID-19 sangat berdampak terhadap anak-anak muda. Mereka juga rentan terhadap risiko bunuh diri dan perilaku self-harming. Selain itu, meski peningkatan tingkat depresi pria lebih tinggi dibanding wanita, wanita berisiko terkena dampak yang lebih parah daripada pria. Orang-orang dengan kondisi kesehatan fisik yang sudah ada sebelumnya, seperti asma, kanker, dan penyakit jantung, juga lebih mungkin mengalami gangguan mental.
Pentingnya isu ksehatan mental dalam rencana tanggapan terhadap pandemi COVID-19
Hmm… ternyata, tak melulu soal kesehatan fisik, dampak jangka panjang pandemi COVID-19 terhadap kesehatan mental juga patut diselidiki. Pasalnya, pandemi akibat virus korona ini dapat menimbulkan isu kesehatan mental, khususnya saat seseorang menyesuaikan diri dalam menghadapi “new normal”. Sayangnya, pada tahun 2020, pemerintah negara-negara di dunia hanya menyisihkan anggaran kesehatan mental sebanyak 2% dari anggaran kesehatan mereka. Nah, berita baiknya, 90% negara anggota yang disurvei oleh WHO telah memasukkan isu kesehatan dan dukungan psikososial dalam rencana tanggapan COVID-19 (COVID-19 response plan) mereka. Semoga rencana pengelolaan kesehatan mental tersebut bisa terwujud, ya!
Pandemi memang mengubah banyak hal dalam kehidupan kita. Kita mungkin tidak bisa lagi menikmati ‘dunia yang dulu’, tetapi bukan berarti segalanya tidak bisa semenyenangkan dahulu. Jadi, mari kita saling mendukung teman-teman dan orang yang kita sayangi untuk melewati krisis ini bersama-sama! Jangan lupa bahagia!
***
Kontributor: Caroline Aretha M.
Vaksin merupakan salah satu komponen perlindungan yang penting dalam mencegah transmisi COVID-19. Hingga saat ini, berbagai kelompok usia mulai dari anak-anak, dewasa, hingga lansia sudah dapat mendaftarkan diri untuk vaksin dosis pertama, kedua, bahkan booster. Namun demikian, per bulan Februari, anak-anak di bawah 6 tahun belum mendapatkan rekomendasi vaksinasi. Lantas bagaimana kita dapat melindungi kelompok usia balita ini?
Dilansir dari CNN, berikut merupakan langkah yang dapat dilakukan untuk melindungi balita yang belum menerima vaksin:
Selain menerapkan 5 langkah yang telah disebutkan, menempatkan balita di lingkungan orang dewasa beserta saudara yang telah menerima vaksin juga akan meminimasi kemungkinan terpapar virus. Hal ini dikemukakan oleh Dr. Rochelle Walensky selaku direktur Centers for Disease Control and Protection.
Fakta ini juga didukung oleh studi di 150.000 rumah tangga di Israel, dimana orang tua yang telah divaksinasi dapat memberikan perlindungan terhadap varian Alpha dan Delta kepada anak yang belum menerima vaksin. Apabila hendak berkumpul dengan anggota keluarga, Dr. Rochelle Walensky juga merekomendasikan untuk melakukan screening COVID-19. Matthew Binnicker, seorang ahli infeksi virus di Mayo Clinic menyarankan orang dewasa untuk tetap mengenakan masker bila berinteraksi dengan balita yang belum dapat menerima vaksin. Terakhir, pertemuan juga sebaiknya dibatasi hingga 10 orang, untuk memastikan status vaksinasi tamu yang akan hadir.
Lantas bagaimana bila anak sudah menunjukkan gejala positif COVID-19?
Dilansir dari website resmi COVID-19 Indonesia, sebanyak 3% kasus positif berasal dari kelompok usia 0 hingga 5 tahun dan 10,4% berasal dari kelompok usia 6 hingga 18 tahun. Terlebih lagi, kasus positif pada anak-anak Indonesia telah meningkat 100 kali lipat pada Februari 2022 dibandingkan bulan sebelumnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia, Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) menyatakan bahwa Indonesia sudah resmi memasuki gelombang ketiga. Anak-anak yang dinyatakan positif COVID-19 dapat melakukan isolasi mandiri di rumah asalkan memenuhi syarat tertentu. Apa saja syaratnya?
Selain memenuhi kriteria ini, orang tua juga dihimbau untuk senantiasa memantau kondisi kesehatan anak, diantaranya:
Terakhir, orang tua juga dihimbau untuk memberikan pengertian pada anak akan pentingnya isolasi mandiri ini. Menghubungi dan berkonsultasi dengan dokter spesialis dan platform telemedicine juga dapat membantu proses pendampingan anak di kala isolasi mandiri.
Kunci untuk melindungi balita dari kemungkinan transmisi COVID-19 ada pada anggota keluarga terdekat. Selalu pastikan untuk mematuhi protokol kesehatan beserta 5 langkah pencegahan untuk melindungi orang tersayang kamu dan jangan lupa sebarkan informasi ini agar bermanfaat bagi banyak pihak!
Kontributor: Addina Shafiyya Ediansjah
Kini, meninggalkan rumah tanpa mengenakan masker dapat terasa aneh, layaknya meninggalkan barang berharga seperti dompet atau smartphone. Di tengah situasi pandemi yang masih berlangsung, bagaimana kata ahli terkait penggunaan masker di kehidupan sehari-hari? Mari kita simak bersama dalam artikel ini.
Sebelum itu, apa hubungan vaksin terhadap kewajiban menggunakan masker?
Menerima vaksin lengkap (serta vaksin booster bagi sebagian populasi) bukan berarti bahwa kita sudah dapat sepenuhnya meninggalkan masker begitu saja dalam keseharian. Berikut merupakan 5 alasan mengapa kamu tetap dianjurkan untuk mengenakan masker.
Sebuah artikel yang diterbitkan oleh FMT menyatakan bahwa berbagai negara sudah melonggarkan kebijakan terkait penggunaan masker. Di Indonesia sendiri, masyarakat sudah diperbolehkan untuk melepas masker saat beraktivitas di ruang terbuka. Kebijakan ini tentu hanya berlaku bila seseorang tidak tengah berada dalam kerumunan. Artikel pula menyebutkan bahwa menggunakan beragam jenis masker berbeda tentu akan memberikan tingkat perlindungan yang berbeda. Mengenakan masker jenis N95 dapat menurunkan resiko positif COVID-19 hingga 83%, Masker bedah dan kain menempati urutan selanjutnya dengan 66% dan 56% efektivitas. Terdapat dua poin utama yang perlu diperhatikan untuk menentukan apakah kamu harus tetap mengenakan masker atau tidak, diantaranya:
Kamu sebaiknya tetap mengenakan masker serta menerapkan jaga jarak apabila melakukan kontak erat dengan kelompok lansia serta seseorang yang memiliki penyakit komorbid
Apabila kamu bekerja dalam kondisi lingkungan yang rawan berkerumun setiap harinya, penggunaan masker juga sangat dianjurkan. Kondisi ini termasuk pada saat kamu menggunakan kendaraan umum, mengunjungi tempat ramai seperti pusat perbelanjaan, hingga tentunya lingkungan dimana kamu sehari-hari bekerja
Lantas jenis masker apa yang sebaiknya terus digunakan dalam keseharian?
Masker medis dapat menjadi salah satu alternatif masker yang nyaman digunakan sehari-hari selain masker N95. Pastikan bahwa kamu memilih masker yang pas dan menutupi area mulut dan hidung. Selain itu, pastikan juga bahwa masker memiliki filtration efficiency baik (VPE/BFE/PFE 99%).
Apakah terdapat tindakan pencegahan yang dapat dilakukan seseorang di tengah pandemi ini?
CNN Health mengungkapkan bahwa salah satu langkah sederhana yang dapat kita lakukan adalah dengan terus menaati protokol kesehatan serta ketentuan yang diterbitkan oleh masing-masing negara/daerah. Selain itu, segera daftarkan dirimu untuk vaksin booster apabila kamu belum menerimanya. Hal penting lain yang dikemukakan oleh artikel adalah bahwa pada dasarnya, kegiatan di luar ruangan akan lebih aman bila dibandingkan dengan kegiatan di dalam ruangan. Apabila memungkinkan, hindari kegiatan di dalam ruangan untuk jangka waktu yang lama, dan tetap gunakan masker saat berinteraksi dengan banyak orang.
Sebagian orang mungkin merasa bahwa mengenakan masker dalam jangka waktu lama dapat mengganggu kenyamanan. Meskipun sudah diberlakukan kelonggaran kebijakan, Dr. Leana Wen (CNN Medical Analyst) merekomendasikan penggunaan masker di dalam situasi beresiko tinggi untuk tentunya dapat melindungi diri sendiri dan orang terdekat kita.
Kontributor: Addina Shafiyya Ediansjah